Mahallul qiyam adalah tradisi berdiri saat melantunkan shalawat pada bagian tertentu, terutama dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ. Tradisi ini dilakukan sebagai ekspresi cinta, penghormatan, dan kebahagiaan atas kelahiran Rasulullah ﷺ. Praktik ini telah menjadi kebiasaan di banyak wilayah, termasuk Indonesia, dalam acara-acara keagamaan.
Namun, praktik ini memunculkan perbedaan pendapat di kalangan ulama, baik klasik maupun kontemporer. Sebagian ulama mendukung mahallul qiyam sebagai sesuatu yang dibolehkan karena merupakan bentuk penghormatan kepada Rasulullah ﷺ. Sementara itu, ulama lain menolaknya dengan alasan tidak ada dalil syar'i yang secara eksplisit mendukung praktik ini dan khawatir akan mengarah pada bid'ah (hal yang diada-adakan dalam agama).
Perbedaan ini tidak lepas dari pendekatan yang digunakan dalam memahami hukum syariat, antara mereka yang lebih fleksibel dengan tradisi budaya selama tidak bertentangan dengan prinsip Islam, dan mereka yang lebih ketat dalam membatasi praktik agama pada apa yang secara eksplisit diajarkan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabat.
Sebelum kita memahami lebih jauh argumen kedua pihak, penting untuk mendudukkan masalah ini dalam kerangka yang objektif, yaitu dengan mempertimbangkan:
1. Asal-usul dan maksud dari tradisi mahallul qiyam.
2. Konteks budaya dan adat setempat yang memengaruhi penerimaan tradisi ini.
3. Niat dan keyakinan para pelakunya.
Dengan pendekatan ini, kita dapat memahami persoalan mahallul qiyam secara lebih luas dan menghormati perbedaan pandangan yang ada.
Berikut adalah dalil-dalil yang sering dikaitkan dengan pembahasan mahallul qiyam dalam shalawat:
---
Dalil Pendukung Mahallul Qiyam
1. Ekspresi Cinta kepada Nabi Muhammad ﷺ
Para ulama yang mendukung mahallul qiyam sering merujuk pada kecintaan kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagai dasar utamanya. Mereka menggunakan dalil berikut:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ.
Rasulullah ﷺ bersabda: "Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih ia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia." (HR. Bukhari, no. 15; Muslim, no. 44)
2. Penghormatan kepada Rasulullah ﷺ
Para ulama juga menggunakan kaidah bahwa menghormati Rasulullah ﷺ adalah bagian dari adab terhadap beliau. Dalam Al-Qur'an disebutkan:
لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ.
"Agar kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, dan memuliakan-Nya." (QS. Al-Fath: 9)
3. Berdiri untuk Menghormati Tokoh Agama atau Pemimpin
Para sahabat juga pernah berdiri untuk menghormati Rasulullah ﷺ. Dalil yang sering dirujuk:
قَامَ طَلْحَةُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ لِكَعْبِ بْنِ مَالِكٍ فَلَمَّا رَآهُ النَّبِيُّ ﷺ قَالَ: هَذَا يَوْمٌ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْكَ.
"Thalhah bin Ubaidillah berdiri untuk menyambut Ka'ab bin Malik. Ketika Nabi ﷺ melihatnya, beliau bersabda: 'Ini adalah hari di mana Allah memberikan nikmat kepadamu.'" (HR. Bukhari, no. 4156; Muslim, no. 2769)
---
Dalil yang Menolak Mahallul Qiyam
1. Larangan Berlebihan (Ghuluw) dalam Agama
Mereka yang tidak mendukung mahallul qiyam sering mengacu pada larangan ghuluw (berlebihan) dalam penghormatan. Rasulullah ﷺ bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ، فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ.
Rasulullah ﷺ bersabda: "Janganlah kalian berlebihan dalam mengagungkanku seperti orang-orang Nasrani mengagungkan Isa putra Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah, 'Hamba Allah dan Rasul-Nya.'" (HR. Bukhari, no. 3445)
2. Mengikuti Tuntunan Rasulullah ﷺ dan Sahabat
Tidak ditemukan riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ atau para sahabat melakukan tradisi berdiri khusus untuk melantunkan shalawat. Dalam hadits lain:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.
Rasulullah ﷺ bersabda: "Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami ini yang tidak berasal darinya, maka hal itu tertolak." (HR. Bukhari, no. 2697; Muslim, no. 1718)
---
Kesimpulan:
Dalil-dalil di atas menunjukkan perbedaan pendekatan ulama terhadap mahallul qiyam. Para ulama sepakat bahwa ekspresi cinta kepada Rasulullah ﷺ adalah hal yang sangat dianjurkan. Namun, terkait dengan praktik mahallul qiyam, itu dikembalikan pada keyakinan dan niat masing-masing individu, selama tidak disertai keyakinan bahwa praktik tersebut wajib atau bagian dari syariat agama.
No comments:
Post a Comment